A.
KEGELISAHAN
Kegelisahan berasal dari kata “gelisah”. Gelisah artinya rasa
yang tidak tentram di hati atau merasa selalu khawatir, tidak dapat tenang
(tidurnya),tidak sabar lagi (menanti),cemas dan sebagainya. Kegelisahan artinya
perasaan perasahan,khawati, cemas atau
takut dan jijik. Rasa gelisah ini sesuai dengan suatu pendapat yang menyatakan
bahwa manusia yang gelisah itu dihantui rasa khawatir atau takut.
Manusia suatu saat dalam hidupnya
akan mengalami kegelisah. Kegelisan ini, apabila cukup lama hinggap pada
manusia, akan menyebabkan suatu gangguan penyakit. Kegelisahan (ancienty) yang
cukup lama akan menghilangkan kemampuan untuk merasa bahagia.
Kegelisahan selalu menunjukan kepada
suasana negatif atau ketidak sempurnaan, tetapi mempunyai harapan. Dikatakan
negatif atau ketidaksempurnaan karena menyentuh nilai –nilai kemanusiaan yang
menimbulkan kerugian. Kegelisahan menunjukan kepada suasana positif dan optimis
karena masih ada harapan bebas dari kegelisahan, yang mendorong manusia mencari
kesempurnaan dan mendorong manusia supaya kreatif.
Tragedi dunia modern tidak sedikit
menyebabkan kegelisahan. Hal ini mungkin akibat kebutuhan hidup yang meningkat
rasa individualistis dan egoisme,persaingan dalam hidup, kadaan yang tidak
stabil, dan seterusnya. Kegelisahan
dalam konteks budaya dapatlah dikatakan sebagai akibat adanya insting
manusia untuk berbudaya,yaitu sebagai upaya mencari “kesempurnaan“. atau, dari
segi batin manusia, gelisah sebagai akibat dosa pada hati manusia. Dan tidak
jarang akibat kegelisahan seseorang, sekaligus membuat orang lain menjadi
korbannya.
Penyebeb kegelisahan dapat pula dikatakan
akibat mempunyai kemampuan untuk membaca dunia dan mengetahui misteri
kehidupan. Kehidupan ini yang menyebabkan mereka gelisah. Mereka sendiri tidak
tahu mengapa mereka gelisah, mereka hidupnya kosong dan tidak mempunyai arti.
Orang yang tidak mempunyai dasar dalam menjalankan tugas (hidup), sering
ditimpa kegelisahan. Kegelisahan yang demikian sifatnya abstrak sehingga
disebut kegelisan murni, yaitu merasa gelisah tanpa mengetahui apa kegelisahannya,
seolah-olah tanpa sebab.
Ini berbeda dengan kegelisahan
“terapan” yang terjadi dalam peristiwa kehidupan sehari-hari, seperti
kegelisahan karena anaknya sampaimalam
belum pulang, orang tua yang sakit keras, istrinya yang sedang melahirkan,
diasingkan oleh orang-orang sekitarnya, melakukan perbuatan dosa yang ditentang
nuraninya, dan sebagainya.
Alasan mendasar mengapa manusia
gelisah ialah karena manusia memiliki hati dan perasaan. Bentuk kegelisahannya
berupa keterasingan, kesepian, dan ketidakpastian. Perasaan-perasaan semacam
ini silih berganti dengan kebahagiaan, kegembiraan dalam kehidupan manusia.
Persaan seseorang yang sedang gelisah, ialah hatinya tidak tenteram, merasa
khawatir, cemas, takut, jijik dan sebagainya.
Perasaan cemas menurut Sigmun Freud
ada tiga macam, yaitu:
1.
Kecemasan
obyektif, kegelisahan ini mirip dengan kegelisahan terapan, seperti anaknya
yang belum pulang, orang tua yang sedang sakit keras, dan sebagainya.
2.
Kecemasan
neurotik (saraf). Hal ini timbul akibat pengamatan tentang bahaya dari naluri.
Contohnya dalam penyesuaian diri dengan lingkungan, rasatakut yang irasional
semacam fobia, rasa gugup, dan sebagainya.
3.
Kecemasan
moral. Hal ini muncul dari emosi diri sendiri seperti perasaan iri, dengki,
dendam, hasud, marah, rendah diri, dan sebagainya.
Uraian tentang penderitaan disini
dianalogikan dengan perasaan gelisah (kegelisahan hati) sebagai akibat
kecemasan moral. Untuk mengatasi kegelisahan ini (dalam ajaran islam), manusia
diperintahkan untuk meningkatkan iman, takwa, dan amal shaleh. Seperti
difirmankan : “Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir,
apabila ditempa kesusahan, ia berkeluh kesah, tetapi bila ia mendapatkan
kebaikan, ia amat kikir, kecuali orang-orang yang mengerjakan shalat, mereka
yang tetap mengrjakan shalatnya, dan orang-orang yang dalam hartanya tersedia
bagian tertentu bagi orang miskin (yang tidak dapat meminta), dan orang-orang
yang mempercayai hari pembalasan, dan orang-orang yang takut terhadap adzab
Tuhannya.’’
Hanya dengan cara mendekatkan diri
kepada Tuhan, maka hati gelisah manusia akan hilang. Mendekatkan diri bukan
hanya dengan cara melalui hubungan vertikal dengan Tuhan, tetepi juga melalui
hubungan horizontal dengan sesame manusia sebagaimana diperintahkan oleh Tuhan
sendiri.
Tentang kecemasan ini Sigmund freud
membedakan menjadi tiga macam: kecemasan kenyataan (obyektif), kecemasan
neurotic, dan kecemasan moral.
·
Sebab-sebab
orang gelisah
Selanjutnya bila kita kaji,
sebab-sebab orang gelisah adalah karena pada hakikatnya orang takut kehilangan
hak-haknya. Hal itu adalah akibat dari sesuatu ancaman, baik ancaman dari luar
maupun dari dalam.
Secara lentur, kegelisahan bisa
dikatakan sebagai rasa tidak tenteram, rasa selalu khawatir, rasa tidak tenang,
rasa tidak sabar, cemas, dan semacamnya. Yang jelas kegelisahan berkaitan
dengan rasa yang berkembang dalam diri manusia.
Dari penjelasan diatas kita dapat
memahami bahwa kegelisahan merupakan bagian hidup manusia. Tiap manusia dengan
tidak mempedulikan latar belakang dan kemampuannya, pasti akan mengalami
kegelisahan, entah sebentar atau lama, relative ringan atau berat. Yang
demikian ini boleh jadi sangat wajar mengingat manusia memiliki hati dan
perasaan.
Sebagai fenomena yang universal,
artinya mampu mendera manusia yang manapun juga, kegelisahan itu bisa muncul
lantaran faktorpenyebab yang berbeda-beda. Dengan meminjam teori Sigmund Freud,
kendatipunia secara khusus berbicara tentang kecemasan, kita bisa melihat
adanya tiga macam kegelisahan (baca: kecemasan), yaitu obyektif, neurotik, dan
moral. Yang pertama obyektif, bersumber pada sesuatu kekuatan yang ada diluar
diri manusia. Kegelisahan semacam ini bisa muncul dari antisipasi seseorang,
dengan berdasar kepada pengalaman perasaannya, terhadap kemungkinan adanya bahaya
yang mengganggu dirinya.
Yang kedua atau neurotic, dalam satu
dan lain kasus lebih disebabkan
kepribadianoleh bisikan naluri seseorang. Kegelisaan semacam ini bisa
saja muncul akibat munculnya rasa takut tidak mampu menyesuaikan diri dengan
lingkungan, mumcul rasa takut yang irrasional atau yang biasa disebut fobia,
dan kecenderungan seseorang untuk selalu gugup atau tergagap dalam menyikapi
sesuatu persoalan yang dihadapi. Dan kegelisahan moral biasanya diakibatkan
oleh munculnya perasaan bersalah satu malu yang sebenarnya dikendalikan oleh
hati nuraninya. Jadi, kegelisahan moral lebih bersumber pada struktur
kepribadian seseorang.
Upaya mengidentifikasiakn adanya
berbagai macam kegelisahan atau kecemasan seperti disebut di atas tidaklah semata-mata
menjadi kapasitas dunia keilmuan, yang dalam konteks ini diwakili oleh
pemikiran Freud, dokter Australia yang gema pengaruhnya mampu menembus
disiplin-disiplin psikologi, psikiatri, sosiologi, antropologi, bahkan
filsafat. Akan dengan cara bertutur yang
berbeda upaya identifikasi tersebut sudah pula dilakukan oleh para seniman. Ini
boleh jadi lantaran kegelisahan, termaksuk kecemasan didalamnya, boleh dibilang
fenomen yang paling lengket dalam diri seniman.
Seniman memandang alam berbeda dengan
pandangan seseorang yang bukan seniman. Kadang-kadang satu hal yang sepele
menurut orang biasa, tetapi lewat garapan imajinasi seorang seniman sesuatu
tadi menjadi lebih berarti. Namun demikian satu hal tidak bisa dipungkiri bahwa
setiap seniman adalah seorang pencari yang tak pernah ketemu, atau seperti
seseorang pejalan yang tak pernah sampai. Dalam pencarian itu ia gelisah
mencari dan terus mencari. Ia mencari kedalam alam fisik, dan terutama kedalam
alam rohani. Ia merambah waktu dan jaman. Dan ia membuka simpul-simpul
kerahasiaan. Seperti manusia umumnya, seniman pun ditengah pencariaannya merasa
gelisah. Merasa adanya ketidaktenangan ditengah pencariaannya selalu merasa
gelisah. Merasa adanya ketidaktenangan ditenga ketenangan yang dicarinya. Ini
bisa dimengerti mengingat seniman bagaimanapun adalah bagian dari masyarakat
yang juga memikirkan situasi masyarakat sekitarnya.
Kesabaran amat penting guna mencar
ketentraman batin. Sabar diperlukan dalam menghadapi berbagai cobaan serta
hal-hal yang tidak menyenangkan. Untuk memperoleh sifat sabar itu diperlukan
latihan dan pembiasaan, serta perlu dukungan permohonan Allah.
Freud, sebagaimana disinggung diatas, melihat kondisi
obyektif yang ada disekitar manusia bisa menjadi penyebab kegelisahannya. Dalam
dunia seni dan sastra,suatu kondisi obyektif tidak hanya berpengaruh terhadap
pesan-pesan yang ingin disampaikan seseorang melaui karya-karya seni dan
sastranya. Akan tetapi lebih luas dari itu bahkan kondisi-kodisi tertentu ikut
berpengaruh terhadap proses kreatifitas sang seniman.