Pada dasarnya, setiap pelaksanaan bisnis seyogyanya harus
menyelaraskan proses bisnis tersebut dengan etika bisnis yang telah
disepakati secara umum dalam lingkungan tersebut. Sebenarnya terdapat
beberapa prinsip etika bisnis yang dapat dijadikan pedoman bagi setiap
bentuk usaha.
Sonny Keraf (1998) menjelaskan bahwa prinsip etika bisnis adalah sebagai berikut :
¬ Prinsip Otonomi ; yaitu sikap dan kemampuan manusia untuk mengambil
keputusan dan bertindak berdasarkan kesadarannya tentang apa yang
dianggapnya baik untuk dilakukan.
¬ Prinsip Kejujuran ; terdapat tiga lingkup kegiatan bisnis yang bisa
ditunjukkan secara jelas bahwa bisnis tidak akan bisa bertahan lama dan
berhasil kalau tidak didasarkan atas kejujuran. Pertama, jujur dalam
pemenuhan syarat-syarat perjanjian dan kontrak. Kedua, kejujuran dalam
penawaran barang atau jasa dengan mutu dan harga yang sebanding. Ketiga,
jujur dalam hubungan kerja intern dalam suatu perusahaan.
¬ Prinsip Keadilan ; menuntut agar setiap orang diperlakukan secara sama
sesuai dengan aturan yang adil dan sesuai criteria yang rasional
obyektif, serta dapat dipertanggung jawabkan.
¬ Prinsip Saling Menguntungkan (Mutual Benefit Principle) ; menuntut
agar bisnis dijalankan sedemikian rupa sehingga menguntungkan semua
pihak.
¬ Prinsip Integritas Moral ; terutama dihayati sebagai tuntutan internal
dalam diri pelaku bisnis atau perusahaan, agar perlu menjalankan bisnis
dengan tetap menjaga nama baik pimpinan atau orang-orangnya maupun
perusahaannya.
Kasus penataan pedagang kaki lima tersebut dikaitkan dengan teori etika sebagai berikut:
1. Dalam teori egoisme etis, yang menjadi alasan sebuah tindakan
dilakukan hanya berdasarkan keyakinan bahwa satu-satunya tugas adalah
membela kepentingan diri yang menghasilkan keuntungan bagi diri sendiri
pula (menguntungkan diri sendiri dan merugikan orang lain). Berdasarkan
hal tersebut, penataan PKL dapat dikatakan etis, karena dalam hal ini
menguntungkan masyarakat, namun merugikan PKL.
2. Dalam teori utilitarianisme, suatu perbuatan dikatakan etis jika
membawa manfaat, dan manfaat itu harus menyangkut bukan saja satu dua
orang melainkan masyarakat secara keseluruhan. Utilitarianisme juga
merupakan kondisi umum untuk beberapa pandangan yang memegang tindakan
dan kebijakan yang harus dievaluasi atas dasar analisis manfaat dan
biaya
3. Dalam teori deontologi, yang menjadi dasar baik buruknya perbuatan
adalah kewajiban. Deontologi mengatakan bahwa etis tidaknya suatu
tindakan tidak ada kaitannya sama sekali dengan tujuan, konsekuensi,
atau dari akibat dari tindakan tersebut. Penataan PKL merupakan Ini
adalah upaya guna mengamankan kebijakan Pemkab Banyumas dalam penataan
kota, dimana salah satunya dengan cara sterilisasi para PKL yang
berjualan di ruas jalan dan trotoar. Sehingga menurut teori ini penataan
PKL dikatakan etis.
4. Dalam teori hak, hak didasarkan atas martabat manusia dan martabat
semua manusia itu sama. Penataan PKL dalam satu sisi merupakan upaya
untuk memperoleh hak pejalan kaki untuk dapat berjalan di trotoar dengan
nyaman. Sehingga berjualan di trotoar yang dilakukan oleh PKL merupakan
tindakan yang melanggar HAM. Sehingga penertiban yang dilakukan oleh
Satpol PP merupakan salah satuu cara untuk memfungsikan kembali trotoar
dan badan jalan. Dapat disimpulkan menurut teori ini tindakan penertiban
dapat dikatakan etis.
5. Teori ini tidak lagi mempertanyakan suatu tindakan, tetapi berangkat
dari pernyataan mengenai sifat-sifat atau karakter yang harus dimiliki
seseorang agar bisa disebut sebagai manusia utama, dan sifat-sifat atau
karakter yang mencerminkan manusia hina. Penataan PKL merupakan tindakan
untuk menertibkan dan memfungsikan trotoar dan badan jalan sebagaimana
fungsinya. Sehingga tindakan yang dilakukan oleh Satpol PP merupakan
tindakan yang etis.
6. Dalam teori keadilan, penataan PKL dianggap etis jika penataan PKL
itu didasarkan pada pemenuhan kepentingan kedua belah pihak. Selain
untuk memenuhi kepentingan dari pejalan kaki dan pengguna lalu lintas,
pemerintah juga harus memperhatikan kepentingan dari PKL untuk
memperoleh solusi atas adanya penataan tersebut (seperti relokasi tempat
yang baru).
Solusi yang bisa dilakukan pemerintah dalam upaya menertibkan dan
menata PKL, antara lain adalah Memberi penyuluhan dan sosialisai
mengenai cara berjualan dan berdagang dengan cara dan di situasi/tempat
yang tepat. Adanya pihak ketiga untuk melakukan mediasi antara
pemerintah dan pihak pedagang PKL sehingga kesepatakan pemindahan
relokasi PKL dapat sepakati.
Penambahan jumlah PKL yang ada Di Kota Surabaya tanpa adanya
pengawasan dari pemerintah membuat para pedagang menggelar barang
dagangannya ditempat-tempat dan disarana-sarana umum yang dapat
mengganggu ketertiban. Harus ada pengawasan dan tindakan yang lebih
responsif kepada para PKL baik dari masyarakat dan pemerintah terkait
lokasi tempat berjualan mereka. Selain itu para PKL seharusnya
menggunakan tempat-tempat yang sebenranya sudah disediakan oleh pemda
Sentra PKL yang Sudah disediakan di Kota Surabaya Seperti SEntra PKL
Gunung Sari, Gayungan , Darma Wangsa dan Wiyung
sumber: http://kipri.mhs.narotama.ac.id/2015/01/08/prinsip-etika-bisnis-dalam-pkl/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar