Selasa, 27 Desember 2016

Penataan Kawasan dan Etika Bisnis

Pada dasarnya, setiap pelaksanaan bisnis seyogyanya harus menyelaraskan proses bisnis tersebut dengan etika bisnis yang telah disepakati secara umum dalam lingkungan tersebut. Sebenarnya terdapat beberapa prinsip etika bisnis yang dapat dijadikan pedoman bagi setiap bentuk usaha.
Sonny Keraf (1998) menjelaskan bahwa prinsip etika bisnis adalah sebagai berikut :
¬ Prinsip Otonomi ; yaitu sikap dan kemampuan manusia untuk mengambil keputusan dan bertindak berdasarkan kesadarannya tentang apa yang dianggapnya baik untuk dilakukan.
¬ Prinsip Kejujuran ; terdapat tiga lingkup kegiatan bisnis yang bisa ditunjukkan secara jelas bahwa bisnis tidak akan bisa bertahan lama dan berhasil kalau tidak didasarkan atas kejujuran. Pertama, jujur dalam pemenuhan syarat-syarat perjanjian dan kontrak. Kedua, kejujuran dalam penawaran barang atau jasa dengan mutu dan harga yang sebanding. Ketiga, jujur dalam hubungan kerja intern dalam suatu perusahaan.
¬ Prinsip Keadilan ; menuntut agar setiap orang diperlakukan secara sama sesuai dengan aturan yang adil dan sesuai criteria yang rasional obyektif, serta dapat dipertanggung jawabkan.
¬ Prinsip Saling Menguntungkan (Mutual Benefit Principle) ; menuntut agar bisnis dijalankan sedemikian rupa sehingga menguntungkan semua pihak.
¬ Prinsip Integritas Moral ; terutama dihayati sebagai tuntutan internal dalam diri pelaku bisnis atau perusahaan, agar perlu menjalankan bisnis dengan tetap menjaga nama baik pimpinan atau orang-orangnya maupun perusahaannya.
Kasus penataan pedagang kaki lima tersebut dikaitkan dengan teori etika sebagai berikut:
1. Dalam teori egoisme etis, yang menjadi alasan sebuah tindakan dilakukan hanya berdasarkan keyakinan bahwa satu-satunya tugas adalah membela kepentingan diri yang menghasilkan keuntungan bagi diri sendiri pula (menguntungkan diri sendiri dan merugikan orang lain). Berdasarkan hal tersebut, penataan PKL dapat dikatakan etis, karena dalam hal ini menguntungkan masyarakat, namun merugikan PKL.
2. Dalam teori utilitarianisme, suatu perbuatan dikatakan etis jika membawa manfaat, dan manfaat itu harus menyangkut bukan saja satu dua orang melainkan masyarakat secara keseluruhan. Utilitarianisme juga merupakan kondisi umum untuk beberapa pandangan yang memegang tindakan dan kebijakan yang harus dievaluasi atas dasar analisis manfaat dan biaya
3. Dalam teori deontologi, yang menjadi dasar baik buruknya perbuatan adalah kewajiban. Deontologi mengatakan bahwa etis tidaknya suatu tindakan tidak ada kaitannya sama sekali dengan tujuan, konsekuensi, atau dari akibat dari tindakan tersebut. Penataan PKL merupakan Ini adalah upaya guna mengamankan kebijakan Pemkab Banyumas dalam penataan kota, dimana salah satunya dengan cara sterilisasi para PKL yang berjualan di ruas jalan dan trotoar. Sehingga menurut teori ini penataan PKL dikatakan etis.
4. Dalam teori hak, hak didasarkan atas martabat manusia dan martabat semua manusia itu sama. Penataan PKL dalam satu sisi merupakan upaya untuk memperoleh hak pejalan kaki untuk dapat berjalan di trotoar dengan nyaman. Sehingga berjualan di trotoar yang dilakukan oleh PKL merupakan tindakan yang melanggar HAM. Sehingga penertiban yang dilakukan oleh Satpol PP merupakan salah satuu cara untuk memfungsikan kembali trotoar dan badan jalan. Dapat disimpulkan menurut teori ini tindakan penertiban dapat dikatakan etis.
5. Teori ini tidak lagi mempertanyakan suatu tindakan, tetapi berangkat dari pernyataan mengenai sifat-sifat atau karakter yang harus dimiliki seseorang agar bisa disebut sebagai manusia utama, dan sifat-sifat atau karakter yang mencerminkan manusia hina. Penataan PKL merupakan tindakan untuk menertibkan dan memfungsikan trotoar dan badan jalan sebagaimana fungsinya. Sehingga tindakan yang dilakukan oleh Satpol PP merupakan tindakan yang etis.
6. Dalam teori keadilan, penataan PKL dianggap etis jika penataan PKL itu didasarkan pada pemenuhan kepentingan kedua belah pihak. Selain untuk memenuhi kepentingan dari pejalan kaki dan pengguna lalu lintas, pemerintah juga harus memperhatikan kepentingan dari PKL untuk memperoleh solusi atas adanya penataan tersebut (seperti relokasi tempat yang baru).

Solusi yang bisa dilakukan pemerintah dalam upaya menertibkan dan menata PKL, antara lain adalah Memberi penyuluhan dan sosialisai mengenai cara berjualan dan berdagang dengan cara dan di situasi/tempat yang tepat. Adanya pihak ketiga untuk melakukan mediasi antara pemerintah dan pihak pedagang PKL sehingga kesepatakan pemindahan relokasi PKL dapat sepakati.
Penambahan jumlah PKL yang ada Di Kota Surabaya tanpa adanya pengawasan dari pemerintah membuat para pedagang menggelar barang dagangannya ditempat-tempat dan disarana-sarana umum yang dapat mengganggu ketertiban. Harus ada pengawasan dan tindakan yang lebih responsif kepada para PKL baik dari masyarakat dan pemerintah terkait lokasi tempat berjualan mereka. Selain itu para PKL seharusnya menggunakan tempat-tempat yang sebenranya sudah disediakan oleh pemda Sentra PKL yang Sudah disediakan di Kota Surabaya Seperti SEntra PKL Gunung Sari, Gayungan , Darma Wangsa dan Wiyung

sumber: http://kipri.mhs.narotama.ac.id/2015/01/08/prinsip-etika-bisnis-dalam-pkl/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar